Assalamu'alaikum..Slamat pagi dan semangat pagi..
Saya menulis disini bukan berarti saya lebih tahu, namun dengan saya menulis ini berarti saya sedang belajar. Karena dengan tulisan lebih lama teringatnya..sepertinya..ehhehe
Selasa sore lalu, ketika saya makan dan berbincang-bincang dengan sahabat saya yang selalu menyesatkan dalam kebaikan, ayu septiani namanya..ehhehe
Tiba-tiba terbesit, cerita sholat sunah bada magrib. Ya sholat sunah, dia bercerita bahwa ada ukhti di kontrakan mumtazah saat sholat magrib berjamaah denganya, selesai sholat beliau tidak melanjutkan sholat sunah bada magrib. Kenapa karena beliau takut sholat sunah tersebut masuk dalam waktu yang diharamkan untuk sholat. posisinya saat itu mereka sholat berjamaah sudah mau masuk isya, karena alasan tertentu mereka baru bisa sholat. Disitu kami jadi penasaran terkait waktu-waktu yang diharamkan untuk sholat.
Jangan jadikan niat ibadah kita, malah menjadi hal yang haram. Maka dari itu kita perlu belajar dan terus belajar.
Sore itu juga kami searching waktu-waktu yang haram untuk sholat sambil nunggu adzan magrib di masjid tercinta kampus kami, Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia. Ngomong-ngomong Ulil Albab, UII berharap mahasiswa dan smua yang ada di UII bisa menjadi orang-orang Ulil Albab.
Ulil Albab itu apa sih?
Orang Ulil Albab adalah orang yang memiliki akal yang sehat, akal yang ditundukan kepada Allah dan rasulnya. Dalam QS. Ali Imron 190:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (Kebesaran Allah) bagi yang berakal."
Dalam kajian Tafsir Qur'an Rabu, bada magrib di Ulil Albab ustadz Pasir menjelaskan bahwa Ulil Albab dalam ayat tersebut adalah
- Tafakur, berfikir mendalam
- Memiliki komitmen taat beribadah, beriman dan lainya.
- Namun masih memikirkan penciptaan Allah.
Sebenarnya ada rekaman kajiannya, namun tidak terlalu jelas, karena suaranya menggema.. Nanti saya upload kajian yang lain saja ya.. Mudah-mudahan sih bermanfaat..ehhehehe
Wew wew wew kembali ke pembahasan awal.
Waktu-waktu yang diharamkan untuk sholat ?
‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu berkata:
ثَلاَثُ
سَاعَاتٍ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ
فِيْهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيْهِنَّ مَوْتَانَا: حِيْنَ تَطْلُعُ
الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِيْنَ يَقُوْمُ قَائِمُ
الظَّهِيْرَةِ حَتَّى تَمِيْلَ الشَّمْسُ، وَحِيْنَ تَضَيَّف لِلْغُرُوْبِ
حَتَّى تَغْرُبَ
“Ada
tiga waktu di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami
untuk melaksanakan shalat di tiga waktu tersebut atau menguburkan
jenazah kami, yaitu ketika matahari terbit sampai tinggi, ketika
seseorang berdiri di tengah hari saat matahari berada tinggi di tengah
langit (tidak ada bayangan di timur dan di barat) sampai matahari
tergelincir dan ketika matahari miring hendak tenggelam sampai
benar-benar tenggelam.” (HR. Muslim no. 1926)
Dalam hadits di atas kita pahami ada tiga waktu yang terlarang bagi kita untuk melaksanakan shalat di waktu tersebut, yaitu:
- Ketika matahari terbit sampai tinggi
- Saat matahari di tengah langit, ketika tidak ada bayangan benda di timur dan di barat
- Ketika matahari hendak tenggelam sampai benar-benar tenggelam
Dalam
hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu disebutkan, termasuk
waktu yang dilarang untuk shalat adalah setelah shalat subuh sampai
matahari tinggi dan setelah shalat ashar sampai matahari tenggelam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيْبَ الشَّمْسُ
“Tidak ada shalat setelah subuh sampai matahari tinggi dan tidak ada shalat setelah ashar sampai matahari tenggelam.” (HR. Al-Bukhari no. 586 dan Muslim no. 1920)
Adapun
sebab dilarangnya shalat di tiga waktu di atas (pada hadits ‘Uqbah bin
‘Amir radhiyallahu ‘anhu) disebutkan dalam hadits berikut ini:
‘Amr
bin ‘Abasah radhiyallahu ‘anhu mengabarkan tentang pertemuannya dengan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah setelah sebelumnya ia
pernah bertemu dengan beliau ketika masih bermukim di Makkah. Saat
bertemu di Madinah ini, ‘Amr bertanya kepada beliau tentang shalat maka
beliau memberi jawaban:
صَلِّ
صَلاَةَ الصُّبْحِ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَطْلُعَ
الشَّمْسُ حَتَّى تَرْتَفِعَ، فَإِنَّهَا تَطْلُعُ حِيْنَ تَطْلُعُ بَيْنَ
قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِيْنَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ؛ ثُمَّ صَلِّ
فَإِنَّ الصَّلاَةَ مَشْهُودَةٌ مَحْضُوْرَةٌ، حَتَّى يَسْتَقِلَّ
الظِّلُّ بِالرُّمْحِ، ثُمَّّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّ
حِيْنَئِذٍ تُسْجَرُ جَهَنَّمُ. فَإِذَا أَقْبَلَ الْفَيْءُ فَصَلِّ
فَإِنَّ الصَّلاَةَ مَشْهُوْدَةٌ مَحْضُورَةٌ، حَتَّى تُصَلِّيَ الْعَصْرَ،
ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَإِنَّهَا
تَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِيْنَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا
الْكُفَّارُ
“Kerjakanlah
shalat subuh kemudian tahanlah dari mengerjakan shalat ketika matahari
terbit sampai tinggi karena matahari terbit di antara dua tanduk setan
dan ketika itu orang-orang kafir sujud kepada matahari. Kemudian
shalatlah karena shalat itu disaksikan dihadiri (oleh para malaikat)
hingga tombak tidak memiliki bayangan, kemudian tahanlah dari
mengerjakan shalat karena ketika itu neraka Jahannam dinyalakan/dibakar
dengan nyala yang sangat. Apabila telah datang bayangan (yang jatuh ke
arah timur/saat matahari zawal) shalatlah karena shalat itu disaksikan
dihadiri (oleh para malaikat) hingga engkau mengerjakan shalat ashar
(terus boleh mengerjakan shalat sampai selesai shalat ashar, pent.),
kemudian tahanlah dari mengerjakan shalat hingga matahari tenggelam
karena matahari tenggelam di antara dua tanduk syaitan dan ketika itu
orang-orang kafir sujud kepada matahari.” (HR. Muslim no. 1927)
Boleh Sholat diwaktu terlarang sholat, bila ada sebab
Al-Imam An Nawawi rahimahullahu berkata, “Umat
sepakat tentang dibencinya shalat yang dikerjakan tanpa sebab pada
waktu-waktu terlarang tersebut. Mereka juga sepakat bolehnya mengerjakan
shalat fardhu yang ditunaikan pada waktu-waktu terlarang tersebut.
Adapun untuk shalat nawafil (shalat sunnah) yang dikerjakan karena
ada sebab, mereka berbeda pendapat. Seperti shalat tahiyatul masjid,
sujud tilawah dan sujud syukur, shalat id, shalat kusuf (gerhana),
shalat jenazah dan mengqadha shalat yang luput dikerjakan. Mazhab
Asy-Syafi’i dan satu kelompok membolehkan semua itu tanpa ada karahah
(kemakruhan). Mazhab Abu Hanifah dan yang lainnya memandang semuanya
masuk ke dalam larangan karena keumuman hadits-hadits yang melarang.
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu dan orang-orang yang sependapat
dengannya berargumen bahwa telah tsabit (shahih) dari perbuatan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengqadha shalat sunnah yang mengikuti shalat zuhur setelah shalat ashar1.
Ini jelas menunjukkan tentang bolehnya mengqadha shalat sunnah yang
luput dikerjakan pada waktunya. Tentunya kebolehan untuk mengerjakan
shalat sunnah yang memang pada waktunya lebih utama lagi. Dan
mengerjakan shalat faridhah (wajib) yang diqadha karena luput dari
waktunya lebih utama lagi. Termasuk dalam kebolehan ini adalah shalat yang dikerjakan karena ada sebab.” (Al-Minhaj, 6/351)
Wallahu a'lam
Mudah-mudahan bermanfaat
Hidayah bukan ditunggu, tapi dicari.
Dengan mendatangi kajian-kajian di kampus, atau menonton tayangan kajian oleh-oleh ustadz yang kamu percayai. Karena sesungguhnya Allah selalu memberi petunjuk pada hambanya, tinggal bagaimana kepekaan hambanya untuk mengetahui petunjuk tersebut. Apa yang kamu dengarkan kembalikan pada Al-Qur'an dan Asunah, ikuti bila ustadz yang kamu dengarkan berpegangan pada Al-Qur'an dan Asunah.
Ketika kamu merasakan ada suatu petunjuk dalam kebaikan, jangan anggap itu suatu kebetulan. Karena tidak ada namanya kebetulan. Itu semua sudah jalan dari Allah Ta'ala. Ikuti Hidayah itu dan bersyukurlah.
sumber :
http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/06/12/waktu-waktu-yang-terlarang-untuk-shalat/